Selasa, 11 November 2008

Tugas Ekonomi Syari'ah Kelas IX G dan IX H

Buatlah Kamus Istilah dari Buku Ekonomi Syari'ah Bab 1, Bab 2, Bab 3. Masing-masing Bab minimal 15 istilah. Kirimkan hasil tugas anda ke yanyanhardiana@gmail.com atau ke yanyanhardiana@yahoo.com Tugas diterima paling lambat tanggal 30 November 2008

Jumat, 07 November 2008

Riwayat Hidup

Yanyan Hardiana dilahirkan di Kota Kembang Bandung 25 Juli 1971. Lulus dari SDN Citapen 1 Tasikmalaya tahun 1984. Melanjutkan ke SMP Negeri 1 Tasikmalaya dan lulus tahun 1987. Setelah dari SMPN 1 Tasikmalaya, menuntut ilmu di SMA Negeri 3 Tasikmalaya dan lulus tahun 1990. Pada tahun yang sama lulus UMPTN di Jurusan Pendidikan Sejarah IKIP Bandung dan tahun 1995 lulus sarjana (S-1) Akta IV.

Kamis, 15 Mei 2008

Artikel 2002

Ada Apa dengan UAN?

Oleh: Yanyan Hardiana *)


Ada Apa dengan Cinta? (AAdC?), merupakan film yang telah menghebohkan kalangan remaja usia sekolah (SLTP/SMU). Sebentar lagi, ada satu lagi yang akan menghebohkan mereka, yakni Ujian Akhir Nasional (UAN). Mengapa begitu? Ada apa dengan UAN? Sejak tahun 2002 EBTA/EBTANAS diganti oleh UAN. Bagaimana mekanisme sistem UAN ini? Mengapa akan menghebohkan para siswa? Tulisan ini mencoba memberikan suatu analisa kecil tentang masalah itu.

Kontroversi Seputar UAN
UAN sebagai pengganti EBTA/EBTANAS dalam evaluasi belajar siswa telah mengalami perubahan. Tahun 2002 materi uji UAN boleh jadi hanya sebuah “baju baru” dari EBTA/EBTANAS. Mata Pelajaran yang diujikan dalam UAN merupakan gabungan dari materi uji dalam EBTA/EBTANAS. Pembuatan soal UAN dibagi dua, ada soal yang dibuat oleh pusat (terdiri dari mata pelajaran yang dulu di-ebtanas-kan) dan ada soal yang dibuat oleh oleh daerah/sekolah (terdiri dari mata pelajaran yang dulu di-ebta-kan). Kemudian, tentang pemeriksaan pun dibagi dua. Untuk soal yang dibuat oleh pusat diperiksa dengan komputerisasi di tingkat provinsi, sementara untuk soal yang dibuat oleh daerah/sekolah diperiksa secara manual oleh 2 orang pemeriksa. Untuk mata pelajaran Pendidikan Agama dan Penjaskes ujian dilakukan dalam dua bentuk, yaitu ujian tertulis dan ujian praktek.
Tahun 2003 sekarang, materi uji UAN di SLTP dan SMU, berdasarkan Keputusan Mendiknas Nomor 017/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional Tahun Pelajaran 2002/2003, mengalami perubahan. Untuk jenjang SLTP/MTs/SLTPLB, semula materi uji nasional (soalnya dari pusat) ada enam mata pelajaran, diubah menjadi tiga mata pelajaran, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika. Untuk jenjang SMU, materi uji nasional pun hanya tiga mata pelajaran. Program IPA terdiri dari Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika. Program IPS, terdiri dari Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Ekonomi. Dan, Program Bahasa, terdiri dari Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Bahasa Asing lainnya.
Perubahan ini menimbulkan kontroversi, terutama untuk jenjang SMU, karena dianggap menyimpang dari sistem penjurusan program yang ditentukan. Banyak mata pelajaran inti dari program penjurusan, terutama IPA dan IPS yang tidak diujikan secara nasional. Padahal, hasil UAN yang soalnya dari pusat akan menjadi kriteria kelulusan siswa. Dan, dengan adanya perubahan mata uji itu, maka keberhasilan dari adanya sistem penjurusan pun tidak dapat diukur dan dipertanggungjawabkan. Lantas, masih relevankah sistem penjurusan di SLTA?
Selain itu, penentuan tiga mata pelajaran sebagai materi uji nasional bagi jenjang SMU tidak memiliki urgensi yang signifikan. Jika untuk mengukur mutu pendidikan nasional, mengapa hanya 3 mata pelajaran sebagai materi uji nasional? Apakah materi uji dari sekolah/daerah bisa dijadikan alat ukur mutu pendidikan nasional? Kemudian, jika tiga materi pelajaran inipun dijadikan sebagai bahan pertimbangan seleksi penerimaan mahasiswa baru, maka hal itu menjadi tidak ada artinya. Sebab, untuk masuk perguruan tinggi harus menempuh seleksi, seperti SPMB atau Testing Mandiri.
Sementara untuk jenjang SLTP, penentuan tiga mata pelajaran sebagai materi uji nasional masih ada relevansinya dengan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam seleksi penerimaan siswa baru pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Walaupun, akan menimbulkan masalah klasik seperti Nilai NEM/DANUAN, karena hal itu memiliki standar ganda yaitu hasil evaluasi dijadikan bahan seleksi, yang secara akademis merupakan kebijakan yang salah.

UAN dan Kelulusan Siswa
Perubahan yang mendasar dari UAN 2003, adalah tentang ketamatan dan kelulusan. Pasal 10 Keputusan Mendiknas No 017/U/2003 menyatakan: (1) Siswa yang mengikuti Ujian Nasional berhak memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) dan Surat Tanda Kelulusan (STK). Bagi yang lulus, dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi; (2) Siswa SMK yang memiliki nilai Ujian Nasional komponen produktif dan memenuhi standar kelulusan yang dipersyaratkan oleh DU/DI atau Asosiasi Profesi, akan diberikan sertifikat kompetensi yang dikeluarkaan oleh Majelis Pendidikan Kejuruan Nasional (MPKN) atau lembaga sertifikasi lain; (3) Siswa yang tidak lulus/lulus dapat memperbaiki predikat prestasi dengan mengikuti ujian ulangan; dan (4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur oleh Pusat Penilaian. Sementara dalam Lampiran IV Keputusan Mendiknas tersebut, berkaitan dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) Ujian Nasional, tentang Penerapan Ketamatan/Kelulusan peserta Ujian Nasional. Dalam point tersebut, dinyatakan kriteria ketamatan dan kelulusan, yaitu seorang siswa dinyatakan tamat belajar, apabila menyelesaikan program studi sampai dengan kelas terakhir pada setiap jenis/jenjang pendidikan dan mengikuti UAN. Dan, siswa yang tamat berhak mendapat STTB (Surat Tanda Tamat Belajar).
Sedangkan, kriteria kelulusan dilihat dari nilai UAN. Memiliki nilai seluruh mata pelajaran yang diujikan secara nasional. Seluruh materi UAN nilainya tidak terdapat angka 3,00 atau kurang. Dan, rata-rata nilai keseluruhan mata pelajaran paling rendah 6,00. Siswa yang dinyatakan lulus akan memperoleh STK (Surat Tanda Kelulusan) yang memuat daftar nilai UAN dan keterangan lulus atau tidak lulus. Sistem ini, merupakan terobosan yang baik, terutama dalam kontribusinya pada peningkatan mutu lulusan sekolah. Namun demikian, proses ke arah itu akan terhambat jika proses pemeriksaan hasil UAN tidak dilakukan seluruhnya dengan komputerisasi. Aturan yang ada, hanya 3 mata pelajaran dari pusat saja yang diperiksa komputer. Sementara mata pelajaran yang soalnya dibuat oleh sekolah/daerah diperiksa secara manual. Hal itu akan memberikan peluang terjadinya rekayasa nilai. Karena itu, seluruh mata pelajaran yang di-UAN-kan harus diperiksa komputer. Mekanismenya ialah soal tetap dari sekolah/daerah tetapi lembar jawaban disediakan panitia provinsi dalam bentuk LJK (Lembar Jawaban Komputer), kemudian diperiksa komputer oleh Tim Komputer Provinsi. Dan , untuk mempermudah proses komputerisasi, hendaknya soal dibuat sama dalam satu kabupaten/kota, tidak per sekolah.
Kriteria kelulusan ini, tahun lalu sempat menjadi wacana perdebatan yang panjang, terutama yang tentang kriteria nilai mati angka 3,00. Sampai akhirnya, saat itu, keputusan kriteria kelulusan diserahkan kembali kepada sekolah masing-masing. Sekarang, kriteria kelulusan yang memuat nilai mati angka 3, merupakan perubahan mendasar yang akan mengheborkan para siswa serta berimplikasi luas. Dan, diharapkan keputusan ini tidak mengalami perubahan lagi, mengingat hal itu akan berpengaruh pada proses peningkatan mutu pendidikan.

Implikasi Sistem Kelulusan Berdasarkan Nilai UAN
Dengan adanya ketentuan bahwa kelulusan seorang siswa ditentukan oleh Nilai UAN, maka akan muncul beberapa implikasi yang dapat berdampak pada bidang sosial dan pendidikan itu sendiri. Implikasi itu sendiri, boleh jadi akan menjadi persoalan serius lainnya yang perlu mendapat perhatian serius. Berikut ini, implikasi yang diprediksikan akan muncul dengan adanya ketentuan kelulusan berdasarkan Nilai UAN.
1. Motivasi Belajar Siswa akan terpacu dan meningkat. Sebelum ada aturan kelulusan yang baru, banyak siswa yang motivasi belajarnya kurang, cenderung santai dan malas. Hal itu disebabkan karena mereka beranggapan bahwa belajar atau tidak, toh, pasti akan lulus juga. Dengan adanya aturan baru tentang kelulusan ini, maka setidaknya hal itu menjadi semacam terapi shock atau terapi kejut bagi siswa yang malas belajar atau kurang motivasi belajarnya.
2. Angka Ketidaklulusan akan naik. Hal ini disebabkan lulus tidaknya seorang siswa ditentukan oleh Nilai UAN yang notabene terdiri dari nilai murni hasil UAN. Apalagi, nilai mati 3 jadi diterapkan pada materi uji nasional. Diperkirakan nilai yang dapat menjatuhkan adalah Matematika, IPA (Fisika) dan Bahasa Inggris.
3. Dengan diprediksikan angka ketidaklulusan siswa yang tinggi, maka sudah barang tentu angka pengangguran juga akan semakin tinggi. Hal ini, disebabkan siswa yang tidak lulus tidak berhak mendapat Sertifikat Tanda Kelulusan (STK), hanya berhak mendapat sertifikat STTB (Surat Tanda Tamat Belajar). Dengan kata lain, Nilai STK akan menjadi salah satu syarat untuk melanjutkan ke sekolah lebih tinggi. Persoalan yang muncul ialah apakah Sertifikat STTB dapat dijadikan syarat melamar kerja? Untuk tamatan SMK, hal itu memungkinkan karena memiliki keterampilan khusus. Sedangkan untuk tamatan SMU atau SLTP keterampilan khusus apa yang dimiliki?
4. Bagi sekolah dan guru, sistem kelulusan berdasarkan nilai UAN pun berpengaruh besar. Sekolah dan Guru akan dituntut mempersiapkan peserta didiknya secara matang. Boleh jadi, sekolah dan guru akan menjadi sasaran ketidakpuasan siswa yang dinyatakan tidak lulus. Untuk menghindari hal itu, sekolah dan guru harus meningkatkan pelayanan kepada siswa. Selain itu, sekolah harus menempatkan guru sesuai dengan profesionalisme dan kompetensinya, jika tidak ingin mendapat reaksi protes dari masyarakat.
5. Prospek pendidikan/sekolah swasta dengan adanya sistem kelulusan berdasarkan Nilai UAN akan menemukan banyak masalah. Hal itu dikarenakan input (masukan) siswa yang diterima di sekolah swasta, sebagian besar, mempunyai nilai akademis di bawah rata-rata. Karena itu, output (keluaran) yang akan dihasilkannya pun dikhawatirkan tidak akan memenuhi kriteria kelulusan seperti yang diungkapkan di awal tulisan ini. Apalagi, ada nilai mati 3, maka hal itu tentu saja sangat memberatkan sekolah swasta. Dan, boleh jadi sekolah swasta akan menjadi penyumbang terbesar angka pengangguran, sebagai akibat banyaknya siswa yang tidak lulus.
Dari gambaran di atas, nampaknya pemerintah tengah melakukan pembaruan dalam peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia yang ramai dibicarakan karena standar kualitasnya yang rendah. Salah satu upaya meningkatkan kualitas pendidkan tersebut dengan menyaring/menyeleksi siswa lewat sistem UAN. Dengan sistem UAN ini, pada satu pihak dapat tersaring siswa-siswa yang berkualitas. Dan, tersaringnya siswa-siswa berkualitas sedikit banyak akan memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas pendidikan. Dengan demikian, seorang siswa harus benar-benar mempersiapkan diri secara matang, siapa yang siap dia akan sukses, siapa yang tidak siap maka dia akan tersisihkan.


*) Yanyan Hardiana adalah Anggota Forum Guru Tasikmalaya (FGT) dan Peneliti Masalah Komunikasi Politik, Sosial, dan Budaya pada Yayasan Fajar Indonensia (YFI)